Rabu, 08 Desember 2010

Dialog Imajiner dengan Ibnu Khaldun "Tentang Suatu Kota" (Oleh : Herman Oesman)

ENTAH bagaimana, roda waktu itu telah menghempasku pada suatu tempat dan waktu. Tatkala angin semilir tengah membelai perut bumi, dalam suatu kesempatan, aku telah duduk bersama seorang tua tepat di depan lanskap sebuah kota di Afrika Utara, tepatnya Tunisia. Tak tahu siapa yang memulai, kami akhirnya berbincang-bincang segala hal. Dari raut wajahnya, menunjukkan kesalehan pribadinya dan kedalaman ilmu yang dimilikinya. Tutur katanya lembut penuh makna, menghunjam tepat pada labirin kesadaranku. Tatap matanya teduh mengisyaratkan keluasan pengalaman hidup
nya. “Orang ini bukan orang biasa,” gumamku.
“Anak muda, sampai di mana pembicaraan kita tadi?” hening seketika pecah, dari tangannya sebuah buku

Minggu, 07 November 2010

TIPOLOGI POLITIK MALUKU UTARA Oleh : Herman Oesman

”Pada setiap jaman contoh sifat manusia
yang paling kotor akan ditemukan
di kalangan penggerak rakyat yang
pandai berpidato”
(Thomas Babington Macaulay, 1800-1859)


MENCERMATI perjalanan politik di wilayah Maluku Utara, memberikan kita banyak tafsiran dan perspektif, tentang tingkah polah, sikap dan karakter politisi –dan mereka yang bergiat di bidang politik-- daerah ini. Dalam banyak tafsiran dan perspektif itulah, kita bisa tahu seperti apa sikap, karakter, sistem dan struktur sosial daerah ini. Karena bagaimana pun juga, sistem dan struktur sosial sedikit banyak memberi sapuan kental

Minggu, 24 Oktober 2010

Plutokrasi (Oleh : Herman Oesman)



“Barang siapa memiliki uang satu sen maka ia berdaulat
(sejauh satu sen) atas seluruh manusia”
Hugh Dalziel Duncan, (dalam Sosiologi Uang, 1997)



UANG adalah raja, uang adalah segala-galanya. Demikian ungkapan-ungkapan yang sering kita dengar, saksikan dan mungkin juga kita lakukan sendiri. Segala urusan akan beres, bila angka-angka yang tercetak dalam lembaran kertas atau logam yang dibuat sedemikian rupa itu tersedia di depan mata kita.

Sabtu, 23 Oktober 2010

RECULER Oleh : Herman Oesman

Diam dalam perenungan bukanlah hidup tanpa gerak. Diam bukanlah sebuah kepasifan. Diam adalah reculer. Sebuah usaha mengistirahatkan keletihan, akibat beban. Reculer, atau diam sejenak, tidak sekad
ar melepas ketegangan. Tapi lebih dari itu, ternyata, reculer mampu menghadirkan perspektif baru. Hikmah reculer, di mana kita berada dalam diam, kita bisa mendengar denting yang paling halus sekalipun. Dengan diam, kita bisa mendengar bisikan nurani yang telah lama kita abaikan. Dengan diam juga, kita teringat janji yang terlupakan. Dengan diam...segala kelemahan diri ini mampu kita ”baca”.